Oleh: Dr. Zulihi, M.Ag.
(Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah IAIN Fattahul Muluk Papua)
Mewabahnya virus Pandemi Corona (Covid-19) baru-baru ini yang melanda sebagian negara di dunia, bukan hanya menimbulkan kepanikan, kekhawatiran dan ketakutan, namun juga membuat setiap individu dan masyarakat semakin resah dan gelisah akan nasib masa depan keluarga dan anak-anaknya. Mengamati realitas yang terjadi pada umumnya, wabah virus Corona (Covid-19) sangat cepat menyebar, sehingga semakin hari terus bertambah korban. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah mengeluarkan himbauan melalui surat edaran dari berbagai jenis kelembagaan agar semua lapisan masyarakat diharapkan untuk membatasi aktivitasya di luar untuk sementara waktu (Physical Distancing) dalam rangka pengendalian, pencegahan, dan penanggulangan serta memutus mata rantai penyebarannya.
Dilihat dari sisi penyebarannya yang dianggap semakin bertambah, pemerintah dan sebagian kepala daerah menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). Harapannya agar penyebarannya tidak meluas di masyarakat. Namun apabila upaya tersebut kurang berhasil, maka pemerintah akan menerapkan sistem Lockdown kepada masyarakat untuk tidak beraktivitas apapun di luar rumah. Dampak dari sistem tersebut, masyarakat mulai resah, gelisah, dan panik akan nasib keluarganya karena tidak bisa bekerja, dan bahkan akan kehilangan pekerjaan. Memang kondisi seperti ini, sangat dilematis bagi masyarakat, di satu sisi mencegah penyebaran Covid-19, namun pada sisi lain tidak bisa bekerja dan lebih ekstrim boleh jadi akan kehilangan pekerjaaan.
Namun di balik pandemi Corona (Covid-19), dapat memberikan hikmah tertentu yang dapat diambil dan menjadi pelajaran sangat berharga bagi setiap manusia, mungkin selama ini kurang optimal dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, sehingga harus lebih instropeksi dan refleksi diri agar berjalan sesuai dengan koridor yang ditetapkan oleh ajaran Islam. Sebagai Ilustrasi; “Memang Corona (Covid-19), engkau menyadarkan kami semua yang notabene selama ini, hanya sibuk dengan urusan dan aktivitas di luar sana tanpa mempertimbangkan aspek kemaslahatan dan kemudaratannya, sehingga dapat membuat kami menyesal tanpa batas.” Mungkin kita jadi penasaran apa sebenarnya peran yang terabaikan? Maka dengan sejujur-jujurnya (Wabah Corona Covid-19) mengatakan, Selama ini engkau mengabaikan peran, tugas dan tanggung jawabmu pada keluarga dan anak-anakmu, ternyata engkau selalu sibuk di luar dengan urusanmu masing-masing tanpa engkau memberikan perhatian lebih kepada keluarga khususnya anak-anakmu. Betapa tidak, Wahai hamba Allah, Engkau serahkan sepenuhnya pendidikan anak-anakmu kepada pihak sekolah, dan bahkan pembantumu, sehingga tanggung jawabmu begitu terabaikan di rumah. Sebenarnya engkau sangat sadar dan sesadar-sadarnya bahwa dalam sebuah keluarga ada hak anak-anakmu untuk diberikan perhatian yang lebih meskipun sesibuk apapun aktivitas yang dilakukan di luar, dan ini harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Itulah sebabnya aku datang kepada manusia dengan membawa dan menularkan wabah Corona agar tetap mengikuti himbauan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah (Stay at Home) untuk sementara waktu agar engkau dapat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada keluarga dan anak-anakmu yang selama ini terabaikan khususnya dalam pendidikan Islam.”
Dalam perspektif pendidikan Islam, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan generasinya untuk memasuki dan berinteraksi dengan dunia luar. Untuk itulah, keluarga merupakan filter utama dalam memberikan pengetahuan pendidikan pada anak-anaknya, mana yang baik untuk dikuti dan mana yang buruk untuk dijauhi. Universalitas Islam sungguh sangat menghargai dan menghormati struktur dalam keluarga sebagai rujukan dasar bagi dimulainya reformasi kemasyarakatan baik yang terkait dengan tingkatan atau tataran yang berskala mikro dan makro. Bahkan Baginda Rasulullah SAW telah mulai meletakkan rencana besarnya baik yang menyangkut aturan dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan bertetangga (lihat: Mufti The Islamic Journal).
Dalam konteks itulah, maka Islam sangat memberikan penegasan secara praktis dan konkret bahwa lingkungan keluarga merupakan peletak dasar perkembangan kepribadian anak. Rasulullah SAW bersabda, … Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang membuat dia Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” (HR. Bukhari) (lihat Shahih Bukhari No.1305). Dalam hadis ini, sebagian para ulama menafsirkan bahwa yang dikatakan fitrah itu adalah potensi, baik yang yang terbentuk melalui aqal, hati, dan jiwa. Dalam hal ini ketiga potensi inilah yang harus dikembangkan dalam lingkungan keluarga dan akan menjadi tugas, peran, dan tanggung jawab orang tualah dalam mengemban amanah ini.
Untuk itu, dalam kondisi wabah Corona (Covid-19) saat ini sedang berjalan sesuai dengan himbauan dan edaran Pemerintah untuk tetap tinggal di rumah (Stay at Home), maka setidaknya merupakan kesempatan emas yang seluas-luasnya dan sangat berharga untuk merealisasikan dan melaksanakan, peran, tugas, dan tanggung jawab yang selama ini masih dianggap terabaikan meskipun secara bertahap. Mengamati realitas yang terjadi akhir-akhir ini, masih belum jelas kapan kiranya Corona (Covid-19) akan berakhir masa waktunya. Mungkinkah dengan adanya wabah tersebut memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada segenap manusia untuk menebus dosa dan kesalahan masa lalu yang selama ini dilakukan kepada keluarganya?
“Wahai hamba Allah SWT, mari bermuhasabah terhadap perbuatan kezhaliman yang telah dilakukan kepada keluarga dan anak-anakmu. Padahal keluarga dan anak-anakmu adalah merupakan asset penting yang harus dijaga, yang darinya engkau akan mendapat pahala jariah sepeninggalmu” (lihat: QS. Al-Tahrim: 6). “Wahai hamba Allah, janganlah engkau menuruti kehendakmu, sifat egoismu, kesombonganmu yang hanya sibuk dengan karirmu, pangkat dan jabatan yang disandangmu, sehingga membuatmu lupa akan tugas dan tanggung jawabmu kepada keluarga dan anak-anakmu. Mestinya harus disadari bahwa keluarga dan anak-anakmu adalah amanah yang diberikan Allah untukmu dan jangan engkau khianati, yang suatu saat akhir hidupmu akan diminta pertanggung jawabanmu terhadapnya” (lihat: Shahih Bukhari No. 4860).
Dalam suasana wabah Corona (Covid-19) saat ini, sebagaimana himbauan dan edaran Pemerintah harus tetap tinggal di rumah (Stay at Home) dapat memberikan hikmah dan pelajaran (itibar) yang dapat dijadikan sarana instropeksi (muhasabah) diri akan tugas dan tanggung jawab yang selama ini dianggap masih terabaikan pada keluarga dan anak-anak. Perspektif pendidikan Islam, maka yang harus diberikan porsi yang lebih dalam suasana tinggal di rumah (Stay at home) terhadap anak-anak adalah perhatian dan kasih sayang padanya. Perhatian dan kasih sayang ini, berorentasi kepada nilai-nilai pendidikan Islam sebagaimana nasehat Luqman pada anak-anaknya yang dapat dijadikan teladan bagi umat manusia.
Diantara nilai-nilai materi pendidikan Islam yang dapat ditransfer dan ditanamkan pada anak-anak, sebagaimana nasehat Luqman yang dilukiskan dalam Alquran adalah: Pertama, Pendidikan Akidah. (QS. Luqman: 13), Kedua, Menanamkan Pendidikan Untuk Selalu Bersyukur dan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua. (QS. Luqman: 14-15), Ketiga, Pendidikan yang berorientasi pada amal sholeh. (QS. Luqman: 16), Keempat, Pendidikan Ibadah. (QS. Luqman: 17), Kelima, Pendidikan yang berorientasi pada Amar Makruf Nahi Munkar. (QS. Luqman: 17), Keenam, Pendidikan Kesabaran. (QS. Luqman: 17), dan Ketujuh, Pendidikan Akhlak (Sopan santun dalam pergaulan). (QS. Luqman: 18-19). Dengan demikian tanpa merubah susunan tertib ayat, maka urutan materi pelajaran Luqman tersebut diatas, dapat disusun kembali, yaitu; 1) Pendidikan Akidah/Tauhid (Keimanan), 2) Pendidikan Ibadah (ke-Islaman), 3) Pendidikan Akhlak (ke-Ikhsanan) yang meliputi; a. Bersyukur dan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, b. Beramal, c. Amar Makruf Nahi Munkar, d. Bersabar, e. Sopan Santun dalam Pergaulan. (lihat Tarbiayatul Aulad, Abdullah Nashih Ulwan).
Konsep pendidikan Islam tersebut diatas, sangat penting untuk ditanamkan kepada keluarga dan anak-anak di rumah, mengingat begitu gencarnya arus globalisasi saat ini yang sedang mewabah, sehingga dapat menimbulkan pergeseran perilaku atau moral anak-anak. Begitu banyak kasus kenakalan yang terjadi, hal tersebut tidak terlepas dari faktor lingkungan menjadi barometernya. Pengaruh media yang sangat bergitu gencar dengan menyuguhkan berbagai tayangan yang dapat mengubah perilaku atau moral anak-anak begitu deras dan cepat, seakan-akan seperti wabah virus Corona (Covid-19) yang telah menulari banyak orang akhir-akhir ini dan mungkin agak sulit untuk memutus mata rantainya.
Demikian pula dengan media Handphone berbasis anroid dengan menyuguhkan berbagai macam fitur yang dapat dengan mudah untuk diakses dan seakan-akan mulai agak sulit untuk dikontrol. Dampak yang ditimbulkan oleh media tersebut (Handphone) yang telah dimiliki oleh anak-anak saat ini, terkadang boleh kita katakan bahwa handphone ini sudah menjadi imam dan panutan mereka, sehingga seakan-akan patut untuk dicontoh dan didengar. Betapa tidak, anak-anak saat ini sudah keasikan main Handphone, maka shalat, mengaji, dan belajar, serta nasehat-nasehat orang tuanya sudah terlupakan dan bahkan tidak dihiraukan. Dan yang lebih memperihatinkan adalah panggilan orang tuanya sudah tidak didengar dan dianggap angin berlalu, paling-paling mereka hanya katakan ‘sabar’ dan ‘tunggu’ tanpa menoleh. Inilah sebuah realitas wajah-wajah generasi masa depan dapat dilihat dan saksikan saat ini seperti sebuah drama yang memiliki skenario dan episode yang tidak ada habisnya. Dalam konteks ini, justru yang lebih dominan di benak anak-anak di era digital saat ini dan begitu sangat cepat responnya adalah panggilan dari nada dering baik WhatsApp, Facebook, Instagram, dan lain sebagainya. Inilah sebuah realitas yang dihadapi orang tua dan tidak bisa dipungkiri adanya saat ini.
Untuk itulah, maka dalam suasana wabah Corona (Covid-19) saat ini merupakan momen yang sangat efektif untuk dapat meluangkan waktu dalam menjaga, memperhatikan, dan memberikan perhatian yang lebih serius dan optimal kepada keluarga, serta anak-anak kita yang selama ini masih dianggap terabaikan. Mari melakukan perubahan untuk lebih giat, ikhlas, dan sabar untuk melakukan tugas dan tanggung jawab dalam mendidik generasi masa depan, tentunya dimulai dari diri sendiri, sekarang, sekecil apapun, dan sampai kapanpun. Semoga bermanfaat. Wallahu Alamu Bis Shawab. (*)
Jayapura, 22 April 2020.