Sosial Budaya

‘DEMI RAGA YANG LAIN’

Oleh: Faisal Saleh *)

Kapankah wabah ini berakhir?

Beberapa lembaga telah memprediksi penyebaran Covid-19 akan berakhir. Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi ITB mengatakan bahwa virus ini akan berakhir sekitar bulan Mei 2020. Alumni Departemen Matemetika UI juga mengatakan akan berakhir di Mei hingga awal Juni 2020.   UGM dengan para pakar statistik dan alumni Fakultas MIPA UGM memprediksi di waktu yang sama yakni di bulan Mei 2020. Demikian pula BIN, yang meramal kasus ini akan mencapai puncaknya pada akhir Juli (Katadata.co.id/Berita/2020/04/04). Bahkan Presiden kita, Joko Widodo, pada tanggal 16 April 2020, dengan nada penuh optimisme mengatakan dalam rapat mitigasi dampak COVID-19 terhadap pariwisata dan ekonomi kreatif, bahwa penyebaran wabah ini hanya sampai akhir tahun ini (detikcom-detikNews, Jumat, 17 April 2020). Tentu semua prediksi yang disampaikan dengan data analisa statistik terkait dengan penyebaran virus tersebut sangat kita harapkan terbukti, dan virus benar-benar akan lenyap dari bumi pertiwi Indonesia. Semoga saja, hanya Engkau Yang Maha Tahu Ya Rabb, hanya kepadaMu kami bermohon.

Segala ikhtiar, harapan, dan do’a sejak kasus pertama positif Covid-19 yang terkonfirmasi pada 2 Maret 2020 yang lalu sampai hari ini, membuat Penulis bertanya sekilas dalam hati, apakah kita semua punya motivasi yang sama dalam penanganan wabah ini, yakni karena, ‘Demi Raga Yang Lain?’.

Dalam penanganan wabah ini, kita, dengan latar belakang masing-masing diminta perannya untuk ikut serta, sebagai bagian dari tanggung jawab bersama. Pemerintahpun telah membentuk Satgas Covid-19 di semua tingkatan dari pusat sampai daerah. Begitu pula yang lain di luar pemerintahan, dengan sukarela membentuk tim dengan misi yang sama yaitu berpartisipasi dalam penanganan Covid-19 ini. Mereka melakukannya semata-mata karena dedikasi dan pengabdian diri terhadap kemanusiaan. Sebut misalnya dokter dan paramedis yang ada di garda terdepan dalam penanganan orang terinfeksi Covid-19, bahkan mereka ada yang rela mengorbankan jiwanya, ikut terinfeksi sekalipun demi pasiennya yang diharapkan sembuh. Sekalipun kemudian peristiwa itu berakhir sangat tragis, dimana dijumpai kasus di suatu tempat, kesedihan yang dialami oleh keluarga pejuang yang gugur itu, karena jenazahnya ditolak warga ketika akan dimakamkan, padahal, ia melakukan semua itu sekali lagi hanya karena ‘Demi Raga Yang Lain’.

Demikian pula aparat gabungan TNI-POLRI, selalu menyertai pemerintah tanpa kenal lelah ikut mengawal penanganan pandemi ini agar masyarakat tetap tertib. Mereka bersama-sama melakukan patroli di wilayah yang dianggap rawan penyebaran virus, menyemprot tempat publik dengan cairan disinfektan, bahkan dengan skala volume besar menggunakan mobil water cannon yang dimilikinya yang selama ini banyak digunakan dalam menangani massa demonstrasi. Polisi juga menghimbau masyarakat agar tidak menimbun barang bahan pokok dan tidak memborong barang belanjaan di toko dan supermarket. Melakukan penindakan terhadap orang yang menyebarkan berita-berita hoaks di media sosial. Kedua institusi tersebut sampai ikut mengawal pasien korban Covid yang meninggal dunia sampai ke pemakaman. Semua itu dilakukan karena dalam jiwa mereka tertanam hanya karena ‘Demi Raga Yang Lain.’

Para akademisi dan agamawan juga mengambil peran dengan porsinya masing-masing. Akademisi memanfaatkan moment ini sebagai sarana untuk melakukan riset dari berbagai sudut pandang keilmuan, secara ansich soal corona itu sendiri dalam dunia kesehatan. Demikian pula keilmuan dari dampak yang mengitarinya, baik dari aspek sosial, politik maupun ekonomi. Hasilnya tentu berkontribusi terhadap pengembangan keilmuan secara umum, tetapi secara praktis, tentu juga diharapkan akan menghasilkan segala bentuk solusi dan inovasi baru terhadap keadaan yang akan lebih baik di masa-masa yang akan datang pasca corona ini berlalu. Para agamawanpun demikian, mereka berperan sangat sentral dalam mengarahkan masyarakat (umat) agar tetap konsisten terhadap komitmen keyakinan keagamaannya (istiqomah). Agamawandiharapkan selalu hadir mencerahkan, terutama aspek yang terkait dengan soal ibadah di tengah pandemic. Menggairahkan semangat beragama disertai dengan ilmu, supaya keberagamaan tetap balancing (wasathiah diniyah). Semua itu juga mereka lakukan karena ‘Demi Raga Yang Lain.’

Dalam kaitan ini, dapat kita kembali pada apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya “Khoirunnaasi anfau’uhum linnaasi” (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain)” (HR. Thabrani). Bahwa siapapun kita, dari manapun berasal, hendaklah kiranya dapat memberikan sesuatu kepada orang lain, walaupun tidak dalam bentuk materi. Di masa virus corona ini, minimal kita dapat berbuat dengan berdiam saja di rumah, agar virus dapat ditekan penyebarannya. Sekali lagi, ‘Demi Raga Yang Lain.’ Wallahu ‘alam bil shawab.

*) Dr. Faisal Saleh, M.HI. Dosen Fakultas Syariah IAIN Fattahul Muluk Papua. Sentani, Jayapura, 19 April 2020

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *