Studi Agama

NISHFI SYA’BAN MALAM BARA’AH

Manusia atau hamba Allah, Allah subhanahu wata’ala memberikan menyiapkan momen-momen penting dalam kehidupannya. Menurut Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar bahwa momen bermakna waktu yang pendek, saat.[1] Dalam istilah waktu, dimaknai sebagai seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung, lamanya (saat tertentu).[2] Orang barat mengatakan bahwa ‘Time is Money’ atau ‘Waktu adalah Uang. Orang Islam, waktu lebih mulia dan lebih berharga dari itu. Bagi seorang muslim “waktu adalah pahala”, waktu adalah rezeki yang Allah limpahkan kepada kita, waktu adalah kesempatan yang Allah berikan kepada seorang hamba untuk membekali dirinya dengan ketaatan.[3] Sayidina Ali mengatakan, “Waktu bagaikan pedang, bila engkau tidak memotongnya, maka dia akan memotongmu”.[4]

Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan tentang hakikat waktu ini, “Waktu seseorang hakikatnya adalah umur kehidupannya. Dan itu akan menjadi modal serta kesempatan untuk meraih kehidupan abadinya dalam kebahagiaan abadi, atau menjadi sebab keberadaannya yang menyedihkan dalam siksa yang pedih. Dan waktu berlalu seperti awan. Jika waktunya tersebut dia habiskan untuk Allah dan di sisi Allah, maka itulah (hakikat) kehidupan yang sebenarnya. Dan jika untuk selain itu, maka tidak dihitung sebagai bagian dari hidupnya, sekalipun dia menjalani kehidupannya seperti hewan ternak (hanya makan, minum, dan tidur saja). Dan jika dia habiskan waktunya untuk melakukan sesuatu yang sia-sia dan melalaikan serta dipenuhi dengan harapan-harapan palsu, dan cara terbaik yang bisa dia lakukan untuk melewatinya hanyalah dengan tidur dan bermalas-malasan saja, maka matinya orang tersebut lebih baik dari pada hidupnya.”[5]

Semua pemaknaan waktu tersebut di atas, merupakan pemaknaan secara umum yang menunjukkan bahwa begitu penting waktu yang diberikan Allah subhanahu wata’ala untuk hamba Allah. Apalagi waktu atau saat yang diistimewakan oleh Allah subhanahu wata’ala bagi hamba Allah. Justeru sangat lebih rugi lagi apabila tidak dimanfaat dengan sebaik-baiknya. Olehnya itu, dari makna tersebut, di sini dimaknai sebagai waktu atau saat yang tepat bagi seseorang melakukan suatu aktivitas. Baik aktivitas yang berkaitan dengan ibadah, berdoa maupun kegiatan penting lainnya. Waktu atau saat yang yang tepat tersebut dikenal dengan istilah waktu atau saat yang istimewa.  

Ada berbagai waktu atau saat yang Allah subhanahu wata’ala memilih untuk dilakukan ibadah, berdoa dan lainnya, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman sebagai berikut:

 اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Terjemahnya:

Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin (Q.S An-Nisa ayat 103).[6]

Memperhatikan terjemahnya ayat ini, dipahami bahwa Allah subhanahu wata’ala memberitakan ketentuan waktu-waktu salat bagi orang-orang beriman. Ketentuan waktu dimaksud sebagaimana dirasakan dan dilaksanakan pada waktu-waktu salat sejak awal turun perinta-Nya utamanya salat wajib. Termasuk juga ketentuan waktu bagi salat-salat sunah bagi orang-orang beriman.

Allah subhanahu wata’ala memilih waktu atau saat untuk salat Zuhur di pertengahan siang hari, memilih waktu atau saat untuk salat Ashar di sore hari, memilih waktu atau saat awal malam untuk salat Maghrib, memilih waktu atau saat malam hari untuk salat Isya, dan akhir malam atau awal siang untuk salat Subuh.

Memilih waktu salat sunnah Ied di waktu atau saat pagi hari matahari naik, memilih waktu Dhuha di pagi hari hingga menjelang masuk waktu Zuhur, memilih waktu salat Qiyamullail di waktu jam 24 turun dan lain sebagainya. Begitu pula ada waktu atau saat yang tepat yang dipilih Allah subhanahu wata’ala guna berdoa. Ada waktu tepat atau saat tepat antara Azan dan Iqamah dipilih Allah subhanahu wata’ala untuk berdoa, waktu atau saat tepat khatib duduk antara dua khutbah dipilih Allah subhanahu wata’ala untuk berdoa, waktu atau saat tepat pada saat sujud dalam salat dipilih Allah subhanahu wata’ala untuk berdoa dan lain sebagainya.

Tentu saja, pilihan-pilihan waktu atau saat yang ditetapkan Allah subhanahu wata’ala baik untuk salat dan berdoa atau lainnya sangat urgen dalam kehidupan manusia. Tidak serta merta dipahami fatamorgana, tetapi sangat diyakini kebenaran dan keutamaan di balik ketentuan waktu atau saat yang tepat bagi kepentingan hamba Allah. Walaupun setiap waktu dan atau setiap saat adalah kesempatan untuk berdoa. Dimana ketentuan atau pilihan waktu atau saat tersebut adalah dari Allah subhanahu wata’ala sehingga tidak sedikitpun keraguan padanya. Sebagaimana penjelasan dari makna terjemahan Q.S An-Nisa ayat 103 di atas.

Kaitannya dengan waktu atau saat tertentu yang ditentukan Allah subhanahu wata’ala sebagai waktu istimewa dalam beribadah dan berdoa serta berkatifitas seorang hamba, maka hal demikian seperti waktu atau saat malam 15 di bulan Sya’ban. Dimana, pada malam 15 di bulan Sya’ban ini, dikenal dengan malam pertengahan Sya’ban atau dalam bahasa arab disebut sebagai Nishfi Sya’ban. Selain sebutan ini, ada juga sebutan lain yang pemaknaannya menyelimuti sejumlah keberkahan Allah subhanahu wata’ala yaitu sebutan malam Bara’ah.

Artinya bahwa, sebutan malam Bara’ah ini, memberikan keyakinan kuat dari setiap hamba Allah yang beriman tentang keberkahan Allah subhanahu wata’ala yang terjadi dan tercurahkan di bumi pada malam 15 di bulan Sya’ban. Nama menunjukkan kemulian, keistimewaan dan keagungan. Ada beberapa indikator yang menunjukkan bahwa sebutan malam Bara’ah ini, benar-benar tercurahkan keberkahan Allah subhanahu wata’ala padanya. Di antara diindikator tersebut adalah sebagaimana diberikut ini:

  1. Malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfi Sya’ban) merupakan malam hari raya para malaikat. Tentunya saja semua malaikat tanpa kecuali, turun di bumi untuk memeriahkan malam tersebut. Jika para hamba Allah melakukan berbagai amalan di malam tersebut, baik shalat, berzikir, membaca Al-Qur’an, menghatamkan Al-Qur’an dan lainnya, maka tentu ikut mendapat keberkahan malam tersebut, karena ikut serta dalam memakmurkan malam hari raya para malaikat.
  2. Malam tersebut semua pintu-pintu langit dibuka. Setiap pintu-pintu langit tersebut terdengar seruan para malaikat dengan motif-motif seruan yang berbeda antara pintu langit satu dengan pintu langit lainnya. Seruan-seruan itu kepada hamba Allah di bumi yang ikut memerihkan dan memakmurkan malam tersebut.
  3. Di akhir malam tersebut, Rasul Sallallahu alaihi wasallam mengakhiri aktivitasnya dengan menyampaikan permohonan perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala dengan 3 perlindungan, yaitu; 1) berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, 2) dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu, 3) berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu.[7]

Demikian tulisan ini dituliskan, semoga dapat memberikan keberkahan bagi setiap hamba Allah. (*)

*Taburkan kebaikan kapan dan di mana pun kita berada, walaupun hanya sekejap dalam pikiran, ucapan dan perbuatan kita*.      


[1]TIM Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011, hal. 329.

[2]TIM Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, 2011, hal. 607

[3]https://muslim.or.id/88853-nikmat-waktu-dalam-pandangan-seorang muslim.html, 2025, muslim.or.id

[4]Www, diakses Kamis, 13 Pebruari 2025, jam 21.00 WIT

[5]https://muslim.or.id/88853-nikmat-waktu-dalam-pandangan-seorang muslim.html, 2025 muslim.or.id

[6]Kementerian Agama, .Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah, 2012. h.

[7]Imam Baihaqi, Fadla’ilul Auqat (Makkah Al-Mukarramah, Maktabah al-Manarah: 1990), h. 126-128.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *