Sosial Budaya

” AGAMA BUKAN BUDAYA DAN BUDAYA BUKAN KARYA BIASA”

Prof. IDRUS ALHAMID
Suara Minor Poros INTIM.

Singkritisme dalam dialog masyarakat Metropolis {bc. Bangsawan} selalu di dasarkan pada paham kapitalis {untung mau rugi lari}, yakni adanya kepentingan bersama akan kelangsungan hidup, membuat setiap orang menganggap semua Agama Sama,. Mungkin jika kita pahami dari sisi Idiologi (‘itiqadiyah), maka kalimat “Lakum Dinukum wa liaddin”. Sebagai alat mitigasi yang menegaskan, bahwa beragama tidak semestinya harus sama. Karena yang sama itu implementasi nilai saat perjumpaan antara Agama dan budaya. Maksud yang lain, jika di pahami agama ibarat sosok istri atau suami, yang lain boleh menganggap Jelek tapi bagi yang meyakini pasti tetap memiliki prinsip Absolusitas bahwa yang saya yakini itulah yang terbaik,.

Budaya dahulu berada dalam pelataran singkritisme kaum Paganis, Animis, dan Dinamis (bc. Percaya Kekuatan Alam dan Ghaib). Asumsi dasar yang melatar belakangi dialog kaum Komunal {bc. wong deso} saat berhadapan dengan gejala alam adalah kebutuhan adanya tameng sebagai alat mempertahankan kelangsungan hidup yang pada akhirnya budaya berubah menjadi kepercayaan dalam pelataran adat-istiadat. Karya ini bukan terwujud begitu saja tanpa peristiwa yang luar biasa, saat terjadi huru-hara bencana dan wabah mengguncang tahta para raja di Nusantara maka baru di pahami bahwa budaya bukanlah karya biasa, untuk itu harus di gali makna yang tersembunyi di balik setiap peristiwa atau di balik Simbol singkritisme dalam kebudayaan.

Agama bukan budaya yang belakangan ini dipahami, terlahir karena “Jiwa” berada ditepi jurang gundah gulana. Suasana ini terjadi diberbagai belahan dunia sesungguhnya disebabkan budaya yang lahir hanya sebagai alat pemuas yang tak pernah mereka puas. Tapi Agama hadir dengan Konsep “Spiritual Absolusitas” yang menyentuh jiwa saat terpenjara oleh lamunan dunia ternyata panggung sandiwara, maka agama-lah satu-satunya solusi yang mampu mengkonstruksi Kelapangan Jiwa dimana kita berada.

Senin 15/08/2022
By. Si Hitam Manis Pelipur Lara di Timur Nusantara,

Mengajak kita berpikir untuk kembali berbicara.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *