Sosial Budaya

Strategi Penguatan Literasi Informasi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Papua

                     Oleh : Tuwaji[1] dan Eli Worabai[2]

                          E-mail : tuwaji.iainjpr@gmail.com

                        E-mail : doisieli@gmail.com

Abstrak

Penguatan literasi informasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua telah dilaksanakan oleh berbagai jenis perpustakaan yang ada di Daerah Provinsi Papua dengan satu komando yakni Perpustakaan Nasional sebagai Pembina seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia. Beberapa strategi penguatan literasi yang dilakukan, antara lain 1). Memperkenalkan perpustakaan ke masyarakat atau pemustaka baru. 2). Pemajangan koleksi baru, 3). Membuat papan pengumuman dengan informasi yang selektif, variatif dan selalu baru, 4). Personal selling, 5). Pameran dan bursa buku, 6). Bedah buku dan temu pengarang, 7). Pekan atau bulan ilmiah, 8). Pembuatan poster, brosur dan leaflet, 9). Pembuatan website, 10). Menyelenggarakan lomba, dan memberikan penghargaan atau souvenir, dan lain-lain. Sedangkan tingkat kesejahteraan masyarakat Papua dilihat dari delapan (8) tolok ukur  yang merupakan sudut pandang Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu data kependudukan bahwa  jumlah angka ketergantungan juga menurun dan jumlah usia produktif  meningkat. Kemudian data kesehatan dan gizi masyarakat Papua, diukur dari  angka kesakitan penduduk dan persentase angka Keluhan Kesehatan menunjukan bahwa masyarakat Papua yang hidup sehat bertambah.Kemudian data pendidikan, bahwa jumlah penduduk di Papua yang tidak mempunyai ijazah mencapai 10,46 %, sedangkan sisanya 80,54 % jumlah penduduk yang  mempunyai ijazah. Begitu juga data ketenagakerjaan di Provinsi Papua bahwa  jumlah penganggur semakin turun. Tolok ukur perumahan dan lingkungan menunjukan bahwa masyarakat dengan tempat tinggal yang layak terus meningkat. Begitu juga angka kemiskinan pada tahun 2015 – 2019 penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7 – 8 %. Sedangkan  data sosial lainnya  terkait dengan akses listrik di Papua pada tahun 2018 mencapai 90,47 %. Sedangkan pengguna telpon seluler masyarakat Papua pada tahun 2018 mencapai 40,46 %, sementara akses internet tahun 2017 adalah 16, 51 %, naik menjadi 19,51 % pada tahun 2018. Kemudian analisis lebih fokus pada hubungan antara beberapa strategi penguatan literasi informasi yang dilakukan pihak perpustakaan disatu sisi dan data tingkat kesejahteraan masyarakat Papua dari sudut pandang Badan Pusat Statistik pada sisi lain. Akhirnya artikel ini ditutup simpulan dan beberapa saran.

Kata Kunci : Strategi, penguatan literasi informasi, tingkat kesejahteraan, masyarakat Papua.

Pendahuluan

Secara geografis Provinsi Papua terletak paling ujung timur Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pulau Papua terletak sebelah utara Australia, merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenand dan sekitar 47 % wilayah pulau Papua adalah bagian wilayah Indonesia, sedangkan sekitar 53 % adalah bagian wilayah negara Papua New Guinea (PNG).  Pulau Papua yang merupakan wilayah Indonesia yaitu dikenal  sebagai Nedherand New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya dan akhir-akhir ini dikenal dengan sebutan Papua. Istilah Papua digunakan untuk merujuk secara keseluruhan, sedangkan nama New Guinea, suatu  nama pemberian orang Barat yang telah di Indonesiakan. Mereka dahulu berpendapat bahwa orang asli Papua mirip dengan warga Guinea, salah satu wilayah di Afrika, sehingga mereka menyebut Papua itu dengan istilah Guinea.

Sebagian besar daratan wiayah Papua merupakan hutan belantara, gunung-gunung, lembah, rawa-rawa, sungai dan beberapa pulau kecil lainya. Wilayah tersebut dihuni oleh 362 suku bangsa yang merupakan suku asli Papua dan juga ditambah beberapa emigran daerah lain yang kemudian menetap menjadi penduduk dan tinggal di daerah tersebut. Sebagai sistem ekonomi, mata pencaharian penduduk Papua sebagai agraris, menjadi petani menetap, berladang berpindah-pindah (nomaden), nelayan dan juga sebagian masih berburu-meramu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai salah satu contoh penduduk yang masih berburu-meramu adalah Suku Kopkaka yang hidup di daerah Siradala dan sekitarnya, di daerah kaki Gunung Mandala.

Kondisi geografis Papua dan penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan faktor pemicu kurangnya kontak budaya dengan konsekuensi lambanya proses sosialisasi, akulturasi, asimilasi, difusi dan kurangnya literasi informasi. Hal iniah yang menyebabkan  kondisi literasi di Papua, tidak dapat dipungkiri masih tertinggal jauh dari daerah lain di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari indeks minat baca  di Papua yang masih rendah yaitu hanya 0,1 persen tiap tahunya (Suara papua com, tahun 2016). Hal ini juga menunjukan  bahwa ada anak didik yang sudah duduk di bangku SMP, tetapi membaca masih terbata-bata (belum lancar), ada anak didik sudah tamat SD, SMP dan SMA tetapi belum bisa membaca, bahkan sampai pada perguruan tinggi ada yang beum bisa membaca. Ini merupakan salah satu indikator rendahnya gerakan / pelaksanaan literasi informasi di Papua, dan sudah tentu tidak memperoleh informasi dari berbagai media karena tidak bisa membaca dan menuis.

Masalah kurangnya literasi informasi di Papua akan sangat menarik bila dikaitkan dengan strategi apa yang dipilih dan dilaksanakan melalui internal Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan eksternal masyarakat dan menyeru, sehingga masyarakat Papua menjadi masyarakat yang “Literate”, yang kemudian mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat Papua.  

Masalah

Masalah atau pembahasan dalam artikel ini sedikitnya ada dua yaitu :

1. Strategi apa yang  dipilih dan dilaksanakan dalam upaya meningkatkan atau penguatan literasi informasi di Papua.

2. Sejauh mana capaian tingkat kesejahteraan masyarakat Papua sebagai dampak dari upaya atau strategi penguatan literasi informasi.

Metodologi Penulisan dan Sumber Data

Kajian ini termasuk jenis penelitian populasi dimana data yang diolah diambil dari seluruh  makalah yang berkaitan dengan  pokok bahasan ini yang teah disampaikan pada lomba pustakawan berprestasi terbaik tingkat Daerah Provinsi Papua. Hal ini dapat ditarik dari pengertian, Populasi merupakan wilayah yang terdiri atas subyek/ objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu untuk diterapkan oleh peneliti, dipelajari kemudian disimpulkan (Sugiyono: 2014).

Obyek penelitian yang diteliti adalah suatu realitas atau obyek yang dapat dilihat dan jika perlu dihitung dengan angka-angka. Yang dimaksudkan adalah upaya dan strategi yang dipilih dan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Dan tolok ukur tingkat kesejahteraan masyarakat Papua yang terungkap. Untuk itu pembuktianya perlu digambarkan atau dijelaskan sebagai urutan pembuktian awal (sequential explanatory) atau secara kuantitatif. Oleh karena itu yang digunakan adalah dengan pendekatan metode kuantitatif.

Selain itu penelitian ini juga ingin menemukan (sequential exploratory) akar permasalahan terkait pengembangan koleksi di perpustakaan, dengan mencari generalisasi, mencari hubungan antar variable  yang mungkin juga terdapat suatu obyek yang tidak dapat dilihat secara parsial yang hasilnya perlu konstruksi pemikiran dan interprestasi. Oleh karena itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan metode kualitatif. Lebih tepatnya penelitian ini menggunakan gabungan (mixed) antara metode kuantitatif dan kualitatif  atau juga disebut dengan Concurrent Triangulation.

Analisis dan interpretasi Data

Dasar analisis  dan interprestasi data yaitu teori merupakan seperangkat konstruk (variable-variabel), definisi-definisi, dan proposisi-proposisi yang saling berhubungan yang mencerminkan pandangan sistematik atas suatu fenomena dengan cara memerinci hubungan antar variable yang ditujukan untuk menjelaskan fenomena alamiah (Kerlinger dalam Suparto iribaram dan Muhammad yusuf, 2014 : 9).

Strategi adalah pilihan tentang apa yang ingin dicapai oleh organisasi dimasa depan (arah), dan bagaimana cara mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (rute). Jadi strategi adalah pilihan arah dan rute. Strategi dirumuskan untuk mengatasi masalah kritis yang sudah dirasakan atau muncul saat ini, hal ini sering dialami setiap organisasi dengan sumber daya yang terbatas. Perumusan strategi didorong karena ingin mencapai kondisi atau sasaran tertentu, biasanya sumber daya, permasalahan dan strategi ditentukan kemudian, setelah terlebih dahulu diketahui organisasi dimasa depan yang diinginkan. Hal ini sering terjadi pada organisasi yang  punya   sumber  daya berlebihan dan tidak punya masalah serius. Jadi strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planing) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan, (Riant Nugroho : 2010 : 41-43).

 Kata “Penguatan, “  dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pranala (link) : https://kbbi.web.id/penguatan.html paling tidak ada 11 arti, diantaranya 1). Kuat, banyak tenaganya (gayanya, dayanya), mampu mengangkat, mengangkut dan sebagainya. 2). Tahan, awet, tidak mudah patah, rusak, putus dan sebagainya. 3). Tidak mudah goyah (terpengaruh), teguh (tentang iman, pendirian, kemauan dan sebagainya.

Literasi informasi adalah  kemampuan untuk berinteraksi secara tepat guna dengan informasi, seperti merumuskan kebutuhan informasi, memperoeh akses ke informasi yang dibutuhkan, serta evauasi secara efektif menggunakan informasi, serta mendistribusikan sesuai ketentuan (Suityo Basuki :2018 : 430-431). Sedangkan menurut American Library Association (ALA) mendifinisikan iterasi informasi sebagai serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutukan dan kemampuan untuk menempatkan , mengevauasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif (W.id.m.wikipedia.org). Sedangkan pendapat bahwa literasi informasi berkaitan erat dengan teknologi informasi, seperti komputer, sofware, dll dan secara khusus literasi informasi memiliki arti lebih fokus pada konten, komunikasi, analisis, mencari informasi dan evaluasi (agricia.faperta.ugm.ac.id)

Selanjutnya jika mengacu pada Undang-Undang Repubik Indonesia No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan terkait dengan masalah literasi informasi ini telah dicantumkan pada Pasa 51, misanya ayat 1) Pembudayaan kegemaran membaca diakukan gerakan nasional gemar membaca, ayat 2) Gerakan Nasiona gemar membaca sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan oeh Pemerintah Daerah dengan meibatkan seuruh masyarakat, ayat (3) Satuan Pendidikan membina pembudayaan kegemaran membaca peserta didik dengan memanfaatkan perpustakaan. Undang-undang ini kemudian disusul dengan Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, terutama pada Pasal 1 ayat (4)  menjelaskan pkritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kuaitas hidupnya.

Juga penting melihat dan menganalisa dari delapan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat Papua, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, lingkungan dan sosial lainya.

Strategi Penguatan Literasi informasi.

Literasi informasi merupakan program baru yang dikemas oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, sebenarnya jika ditelusuri kembali Program Literasi ini bukan hal baru tetapi sejak  Coca Cola Foundation sebagai pemrakarsa bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk diaksanakan oleh semua Lembaga Perpustakaan diseluruh Indonesia pada tahun 2012. Dalam peaksanaan program literasi ini sampai  ke daerah-daerah bahkan sampai di desa-desa dan berbagai perpustakaan yang dibentuk oleh masyarakat ikut mendukung dan merespon program ini. Secara kelembagaan program ini memiiki penguatan yang baik dari sisi pengorganisasian sampai kepada operasionalnya, namun sudah tentu mengalami berbagai hambatan karena tingkat pemahaman masyarakat Indonesia tetapi juga terutama masyarakat lokal terhadap program literasi ini.

Dalam pelaksanaan berbagai seminar atau webinar bahwa pandangan-pandangan, ide dan pendapat muncul tentang manfaat dan juga hambatan dalam pelaksanaan literasi di Indonesia, akan tetapi ada solusi dan komitmen untuk melaksanakan literasi karena langsung memberdayakan (berinklusi) menyentuh dengan masyarakat melalui berbagai bacaan, peralatan dan infrastruktur lainya.

Bagaimana dengan pelaksanaan literasi di Papua ? Suatu pertanyaan yang mempunyai makna, tetapi juga bisa dibilang mengejutkan dan merujuk pada berbagai organisasi  perpustakaan pemerintah, perpustakaan masyarakat dan terutama para pustakawan. Jika dimaknai dari pertanyaan diatas maka bisa saja para pemerhati, pengelola, komunitas tetapi juga pengambil kebijakan dibidang perpustakaan dan kepustakawanan berpikir dan menanggapi bahwa sebenarnya pelaksanaan literasi informasi di Papua sudah dilaksanakan.

Seperti apa pelaksanaan literasi informasi di Papua ? Mungkin saja para pemerhati, pengelola, komunkitas dan pengambil kebijakan dibidang perpustakaan dan kepustakawanan sudah tentu ada yang menjawab bahwa selama ini kami sudah bekerja dan melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain menyediakan berbagai bahan pustaka, melayani masyarakat, memberikan bantuan buku ke berbagai Perpustakaan Kabupaten/ Kota, Perpustakaan Kampung, Perpustakaan Kampung, Perpustakaan Sekolah-sekolah, Perpustakaan rumah-rumah ibadah, Taman Baca dan berbagai lomba-lomba serta promsi.

Kalau ada pandangan atau proposisi seperti diatas , tentu tidak salah juga karena masih dalam konteks pengertian literasi yang lama yaitu merupakan upaya untuk meminatbacakan masyarakat atau baca tulis. Namun dalam perkembanganya di Indonesia terjadi perubahan-perubahan dalam upaya untuk meningkatkan Gerakan Gemar Membaca menjadi sebutan Gerskan Literasi Informasi. Khusus di Papua sudah tentu masih dikenal dengan sebutan Peningkatan Minat Baca. Karena di Papua istilah Literasi informasi ini merupakan hal yang baru dan belum populer dan belum merakyat oleh karena itu sebelum melaksanakan, perlu ada upaya-upayastrategi penguatan untuk melaksanakan literasi di Papua dalam rangka ikut memperbaiki karakter dan juga taraf hidup masyarakat Papua.

 Strategi untuk mencapai tujan, perlu dirumuskan berbagai cara agar  melaksanakan sesuatu yang baru dan dapat mengatasinya dengan berbagai sumber daya yang ada pada suatu organisasi, contohnya pada organisasi perpustakaan daerah (OPD). Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan  gerakan literasi kepada masyarakat namun perlu dilakukan identifikasi lingkungan strategik baik secara internal OPD dan secara eksternal OPD dalam rangka mengukur seberapa jauh kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan atau ancaman dalam rangka penyusunan perencanaan untuk pelaksanaan literasi di wilayah Papua.

Internal organisasi

  1. Payung Hukum

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dan berbagai peraturan perundang-undangan lainya yang terkait dengan perpustakaan telah memprteksi pembangunan Bidang Perpustakaan dan Kepustakawanan secara nasional serta memberi peluang yang baik untuk melaksanakan program dan berbagai kegiatan perpustakaan, namun belum kebijakan formal atau regulasi tentang pelaksanaan Literasi di Papua sehingga literasi belum menjadi fokus para eksekutif dan legislatif dalam kebijakan keuangan daerah.

  • Perencanaan SDM Perpustakaan dan Pustakawan

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam rganisasi, meliputi semua orang yang melakukan aktivitas. Secara umum, sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi bisa dikelompokan atas dua macam, yaitu pertama sumber daya manusia (resource) dan kedua sumber daya manusia non-manusia (non-human-resouerces). Yang termasuk dalam kelompok sumber daya non-manusia ini antara lain modal, mesin, teknologi, bahan-bahan (materiil), dan lain-lain. Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya manusialah yang paling penting dan sangat menentukan. Semua potensi sumber daya manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam pencapaian tujuanya. Betapa bagusnya perumusan tujuan dan rencana kerja organisasi, sepertinya akan sia-sia belaka jika unsur SDM tidak diperhatikan dan apa lagi diterlantarkan.

Oleh sebab itu perencanaan sumber daya manusia (SDM) merupakan fungsi yang pertama-tama harus dilaksanakan dalam organisasi, dalam hal ini perencanaan SDM pegawai negeri sipil (PNS) Perpustakaan dan Pustakawan, sehingga dalam melaksanakan tugas teknis maupun tugas strategis dan yang terkait dengan pemasyarakatan perpustakaan dan literasi pada kelembagaan dapat disampaikan dan tidak menjadi benturan serta hambatan tetapi pustakawan sekalian menjadi mentor.

  • Penguatan

Jika mengamati sumber daya yang dimiliki oleh pihak organisasi perpustakaan daerah untuk melaksanakan gerakan literasi di daerah perlu kita memperbaiki sarana layanan sebagai bagian dari strategi penguatan secara kelembagaan. Memperluas sarana pada lini layanan perpustakaan agar semua strata masyarakat merasa nyaman untuk membaca dan meningkatkan kemampuan dan lembaga perpustakaan ini mampu merubah setiap orang melalui penggunaan dan pemanfaatan bahan pustaka untuk menciptakan dan memberdayakan masyarakat Papua menjadi masyarakat literasi yang sesungguhnya.

Eksternal organisasi

  1. Peran Pustakawan bergerak, Tebar Virus Literasi

Literasi merupakan hal yang baru di Papua, tentunya perlu diperkenalkan kepada seluruh masyarakat tentang bagaimana, manfaat dan pentingnya pelaksanaan literasi kepada masyarakat sehingga pemahaman literasi ini, tidak dipahami dari satu sisi saja yaitu baca tulis namun selain membaca  dan menulis, memahami apa yang dibaca dan memahami informasi yang diperoleh melalui menyimak, berbicara dan menulis yang merupakan  makna literasi selanjutnya.

Pustakawan memegang peranan penting dalam menata, mengolah  dan melayankan  bahan pustaka dan informasi yang diberikan  kepada masyarakat secara tepat, baik dan benar. Perkembangan dan peradaban jaman yang berubah secara cepat menuntut seorang pustakawan  juga harus bergerak, beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, “Pustakawan Bergerak” harus dimaknai sebagai suatu kedinamisan, tidak diam, akan tetapi selalu giat dalam bidang perpustakaan  dan kepustakawanan, baik itu pengadaan, pengolahan, penataan, pemasyarakatan dan sampai kepada tingkat perencanaan dan kebijakan teknis dan strategis lembaga. Mindset seorang pustakawan pada semua jenjang harus berubah.  Harus berpikir cerdas lagi tentang bagaimana cara membangun cara-cara/ strategi baru dalam mengembangkan potensinya dengan berbagai terobosan sehingga pelayanan perpustakaan meningkat dan berkembang.

Pustakawan Bergerak adalah suatu kalimat yang memotivasi dan memberi energi baru kepada seorang pustakawan untuk menebar informasi tentang literasi kepada masyarakat sehingga menjadi virus dan ini merupakan salah satu strategi untuk perpustakaan mendekatkan diri kepada masyarakat. Literasi dibutuhkan agar masyarakat tidak mudah terhasut  dengan informasi yang menyesatkan (hoax). Jika masyarakat memiliki literasi informasi, maka sejatinya masyarakat telah mengerti, memahami, menyadari dan menggunakan bacaan dan sumber informasi secara tepat.

  • Program Nasional (Prognas)

Peran Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam rangka memberi stimulan  dan mengedukasi pada bidang perpustakaan, memasyarakatkan perpustakaan  dan literasi di seluruh Indonesia. Literasi merupakan salah satu program dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang dilaksanakan dan disebarluaskan  ke Perpustakaan umum Provinsi/ Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia yang wajib dilaksanakan di daerah.

  • Penguatan

Gerakan literasi kepada masyarakat yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan minat dan budaya baca di Papua melalui bantuan buku dan sarana pendukung perpustakaan , bantuan fisik perpustakaan desa atau kampung tetap dilakukan peningkatan dan pengembangannya karena akan merubah mainsed masyarakat menjadi masyarakat literasi dan otomasi perpustakaan berbasis inklusi sosial di Papua terwujud dan bertranformasi dengan sendirinya jika diorganisir dengan baik.

Terkait strategi penguatan literasi informasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua,  Siti Nuraini (2020 : 7-22) telah membahas dari sisi yang berbeda yakni pada proses pendidikan, khususnya peserta didik. Telah mengutip pendapat dari “Word Economic Forum” (2016) bahwa pemahaman literasi pada akhirnya tidak hanya terbatas pada baca tulis saja, peserta didik dapat bertahan dan menjadi literate memerlukan 16 keterampilan yaitu literasi dasar, bagaimana peserta didik menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari. Terkait kompetensi, bagaimana peserta didik menyikapi tantangan yang kompleks. Serta terkait dengan karakter, bagaimana peserta didik menyikapi perubahan lingkungan mereka.

Selain itu peserta didik juga perlu menguasai literasi kesehatan, literasi keselamatan yaitu literasi jalan dan literasi bencana, serta literasi kriminal dengan maksud agar siswa SD- pun dapat disebut sebagai sekolah aman. Literasi gesture pun perlu dipelajari untuk mendukung pemahaman teks dan konteks dalam masyarakat multikultural dan konteks khusus para difabel. Semua ini terkait erat dengan pemahaman multiliterasi, dalam lingkup karakter, penguatan pendidikan berkarakter di Indonesia yang mengacu pada lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas sebagaimana yang diharapkan oleh bangsa Indonesia.

Literasi akan meningkatkan produktifitas masyarakat karena dengan penguatan literasi, seorang individu akan berdampak pada peningkatan produktifitas dan kesejahteraan. Informasi merupakan sekumpulan data atau fakta yang telah diproses dan dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu yang mudah dimengerti dan bermanfaat bagi penerimanya. Sedang- kan literasi informasi adalah kemampuan seseorang untuk mengartikulasikan kebutuhan informasinya, mengidentifikasi, menemukan dan mengevaluasi sumber-sumber informasi yang ditemukan serta kemampuan untuk menggunakan informasi tersebut atau lebih ke literasi kesejahteraan.

Pencapaian kesejahteraan bagi individu  dan masyarakat adalah tujuan utama dan terakhir dari kehidupan sosial masyarakat. Literasi kesejahteraan ini tidak dapat dipisahkan dengan sistem pendidikan. Literasi menjadi sarana siswa mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkanyadibangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya untuk menumbuhkan budi pekerti mulia. Literasi yang pada awalnya dimaknai keberaksaraan dan selanjutnya dimaknai melek atau keterpahaman. Awalnya melek baca dan melek menulis, ditekankan karena kedua keterampilan ini merupakan dasar untuk mengembangkan melek dalam berbagai hal.

Hampir dapat dipastikan bahwa tujuan pembangunan manusia dari semua paham-paham pembangunan yaitu membawa umat manusia menuju kepada kesejahteraan bahkan jika ditinjau dari aspek penegakan hak-hak asasi manusia, sesungguhnya   manusia haruslah dalam rangka pemenuhan unsur-unsur kesejahteraan. Konsep pengukuran tingkat kesejahteraan  masyarakat yang selama ini berkembang dan digunakan oleh beberapa negara senantiasa menggunakan ukuran yang bersifat multi dimensial dan berbeda-beda, tergantung situasi dan kondisi serta kebutuhan masing-masing negara.  Hal ini dapat dipahami karena isu kesejahteraan masyarakat memiliki kompleksitas persoalan yang sangat beragam yang tidak bisa diselesaikan melalui  pendekatan satu dimens atau variabel. Pada saat ini paling tidak ada 12  jenis indikator yang digunakan  di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara maju dan juga negara sedang berkembang.

Sementara itu strategi penguatan literasi informasi merupakan bentuk komunikasi untuk memperkenalkan produk baik barang maupun jasa kepada calon pelanggan agar mereka itu bersedia membeli atau memanfaatkannya. Dalam strategi penguatan literasi informasi ini ada beberapa aspek, antara lain : 1). Memberitahu , strategi penguatan literasi informasi ini dengan cara memberitahu suatu  produk kepada masyarakat yang sebelunya tidak mengetahui. Dalam bidang perpustakaan, ini berupa informasi bisa berupa pustaka baru atau berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh perpustakaan dengan sarana melalui leaflet, brosur, spanduk dan website. 2). Membujuk, yaitu  strategi atau usaha untuk membujuk dan merayu calon pemakai / pemustaka agar bersedia berkunjung ke perpustakaan, membaca, memfhotocopy  dan memanfaatkan sarana prasarana perpustakaan terkait literasi informasi. 3). Mempengaruhi,  yakni salah satu strategi dengan cara mempengaruhi calon pengguna atau calon pemustaka agar mau berkunjung ke perpustakaan dan memanfaatkan  fasilitas yang disediakan.

Dalam hal ini perpustakaan diharapkan tidak hanya bersifat pasif dan hanya menunggu atau mengharap masyarakat pemustaka datang dengan sendirinya tetapi melalui usaha yang proaktif melalui strategi penguatan literasi informasi perpustakaan baik potensi keadaan perpustakaan maupun bentuk jasa yang ditawarkan. Dalam strategi penguatan literasi informasi, perpustakaan sering memerlukan biaya sehingga perlu adanya perencanaan yang cermat agar diperoleh hasil yang maksimal dengan biaya sehemat mungkin. Terkait perencanaan tersebut antara lain : 1). Merumuskan jenis pelayanan yang tersedia di perpustakaan dengan jelas sebagai materi strategi penguatan literasi informasi perpustakaan. 2). Menganalisis kebutuhan calon pengguna atau pemustaka khususnya yang berkaitan dengan minatnya. 3). Menganalisis keadaan untuk menentukan rencana kerja yang sesuai dengan tujuan strategi penguatan literasi informasi, terutama terkait prosedur dan kegiatan yang tepat. 4). Menyediakan dana dan tenaga yang memadai. 5). Mengevaluasi keberhasilan usaha, dari strategi penguatan literasi informasi.

Setelah mengadakan kegiatan strategi penguatan literasi informasi perpustakaan, maka perlu adanya evaluasi atau penilaian terhadap hasil kegiatan sebagai bahan diskusi dan bahan pembelajaran dalam melaksanakan untuk masa yang akan datang. Evaluasi dapat dilakukan dalam aspek sebagai berikut : 1). Aspek teknik, evaluasi ini terkait dengan jenis kegiatan strategi penguatan literasi informasi, terkait dengan media yang digunakan, apakah satu media atau gabungan beberapa media, media yang mana yang banyak diminati masyarakat, kurang diminat oleh masyarakat, dan sebagainya.2). Materi kegiatan, evaluasi ini lebih ditekankan pada materi apa yang ditampilkan dalam strategi penguatan literasi informasi perpustakaan tersebut, apakah berupa layanan yang ditekankan atau semua aspek dalam perpustakaan.  3). Biaya, apakah anggaran yang dikeluarkan sesuai dengan hasil yang diharapkan seperti mendapat tanggapan yang baik dan meningkatkan jumlah pengunjung di perpustakaan, 4). Waktu, apakah waktu penyelenggaraan terlalu pendek, sehingga masyarakat  atau pemustaka belum puas, atau terlalu lama sehingga bosan dan tidak efektif. 5). Tenaga, evaluasi ini juga dianggap penting, apakah tenaga dalam strategi penguatan literasi informasi ini terlalu sedikit atau kurang sehingga target kegiatan tidak tercapai atau terlalu banyak tenaga tetapi kinerjanya tidak efektif dan sebagainya.

Strategi penguatan literasi informasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan maasyarakat di Papua, melalui perpustakaan juga dimaksudkan untuk mengenalkan perpustakaan kepada masyarakat penggunanya tentang kegiatan dan hal-hal apa saja yang ada di perpustakaan dengan berbagai cara yang sifatnya mengajak. Tujuan dari strategi penguatan literasi informasi adalah semakin banyak masyarakat pemustaka yang menggunakan fasilitas perpustakaan sehingga semakin banyak manfaat atau investasi perpustakaan tersebut. Strategi penguatan literasi informasi, khususnya di perpustakaan antara lain : 1). Memperkenalkan perpustakaan ke masyarakat atau pemustaka baru. 2). Pemajangan koleksi baru, 3). Membuat papan pengumuman dengan informasi yang selektif, variatif dan selalu baru, 4). Personal selling, 5). Pameran dan bursa buku, 6). Bedah buku dan temu pengarang, 7). Pekan atau bulan ilmiah, 8). Pembuatan poster, brosur dan leaflet, 9). Pembuatan website, 10). Menyelenggarakan lomba, dan memberikan penghargaan atau souvenir.

Terkait dengan personal selling diharapkan dengan cara ini dapat menarik masyarakat atau pemustaka berkunjung ke perpustakaan. Seorang pustakawan dapat melakukan secara aktif, membuat data identitas tentang masyarakat pemustaka yang aktif, misalnya nama, nomor telpon, alamat rumah dan buku-buku bacaan yang digemari. Selanjutnya pustakawan mengikuti perkembangan koleksi yang ada di perpustakaan. Apabila pustakawan menemukan informasi buku atau koleksi bahan pustaka lainya yang mempunyai informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau pemustaka, bacaan yang digemari pemustaka, maka pustakawan akan memberikan informasi kepada masyarakat atau pemustaka tersebut. Informasi dapat disampaikan melalui sms, facebook, twetter atau email sehingga mudah dan cepat informasi tersebut sampai kepada pemustaka tersebut.

Pameran merupakan sarana untuk menyampaikan informasi kepada khalayak dengan jumlah besar. Melalui pameran, perpustakaan dapat menyajikan aspek jasa informasi yang ada dengan disertai audio visual maupun contoh layanan seperti photo kegiatan layanan yang ada di perpustakaan, contoh layanan audio visual serta internet dan sebagainya. Untuk melengkapi kegiatan pameran dapat ditambahkan bursa buku. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama perpustakaan dengan penerbit atau distributor sehingga masyarakat atau pemustaka dapat membeli buku dengan harga terjangkau dan lebih murah dari pada di toko buku yang biasanya akan mendapatkan diskon 30%. Bagi mahasiswa hal ini akan sangat menarik dan akan banyak diminati. Penerbit dan distributor biasanya mempunyai katalog buku-buku yang diterbitkan  atau dijual sehingga bila harga bukutidak terjangkau oleh masyarakat, dapat diusulkan melalui tim pengadaan bahan pustaka. Tentunya hal ini dapat membantu perpustakaan dalam pengembangan koleksi perpustakaan berorentasi kepada kebutuhan masyarakat atau pemustaka.

Pekan atau bulan ilmiah, dimana pada moment ini, perpustakaan dapat menyelenggarakan rangkaian kegiatan seperti pelatihan atau lokakarya, workshop tentang perpustakaan, penulisan karya ilmiah, penelitian bagi pemula, pelatihan penelusuran informasi, baik intranet maupun non internet dan sebagainya. Sedangkan pembuatan poster, brosur dan leaflet adalah cara yang sederhana dan dianggap cukup efektif guna mempromosikan perpustakaan. Dalam pembuatanya tidak terlalu mahal, dapat dibuat sederhana dan tampilan yang menarik. Sebaiknya dicantumkan alamat, nomor telpon, informasi jam layanan, dan jasa yang ditawarkan.

Pembuatan website, ini sangat penting terutama perpustakaan yang belum mempunyai website, dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat pada saat ini maka perlu pembuatan website guna memberikan informasi tentang perpustakaan secara lengkap baik alamat perpustakaan, jenis layanan, jam layanan, informasi koleksi baru, informasi kegiatan dan program perpustakaan, penelusuran koleksi secara online, jurnal online, e-book, kolom saran dan sebagainya.

Mengadakan lomba juga salah satu strategi untuk penguatan literasi informasi, Perlombaan juga merupakan salah satu daya tarik untuk mendorong masyarakat atau pemustaka berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan. Contohnya lomba membuat karya tulis ilmiah, lomba menterjemahkan artikel dari bahasa asing,  lomba menulis resensi buku, dan sebagainya. Di perpustakaan perguruan tinggi, hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan para dosen untuk menjadi tim penilai.

Sedangkan pemberian souvenir setelah pemustaka berkunjung ke perpustakaan dapat berupa stiker, pensil, gantungan kunci atau benda yang menarik lainya, harganya tidak mahal tetapi bermanfaat bagi pemustaka. Cenderamata tersebut dapat memberikan kenangan ketika berkunjung ke perpustakaan. Meskipun sepele tetapi pemustaka akan merasa dihargai ketika berkunjung di perpustakaan. Didalam souvenir perlu diberikan identitas perpustakaan, alamat, website dan sebagainya, sehingga perpustakaan akan banyak dikenal oleh masyarakat.

Selain beberapa strategi penguatan literasi informasi diatas, perlu adanya dukungan pustakawan dan tenaga perpustakaan dalam perpustakaan tersebut, terutama terkait dengan pelayanan, yaitu perlu dikembangkan sikap antara lain : 1). Pengunjung atau pemustaka dapat merasa senang dan merasa puas terhadap layanan yang ada di perpustakaan, 2). Ada layanan yang mudah, sederhana dan efisien, 3). Perlu adanya layanan yang cepat dan tepat dalam memberikan informasi yang dibutuhkan pengunjung, 4). Adanya suasana ramah dan menarik sehingga pengunjung merasa dilayani dengan baik, 5). Bersifat membimbing tetapi tidak terkesan menggurui pemustaka, 6). Pelayanan yang dapat menimbulkan perasaan ingin tahu lebih jauh kepada setiap pengunjung. 7). Dapat membuat kesan yang baik, sehingga pengunjung merasa terdorong untuk ingin berkunjung kembali ke perpustakaan, 8). Menciptakan suasana yang membuat pemustaka merasa betah di perpustakaan, 9). Masyarakat atau pengunjung dapat merasakan bahwa memperoleh sesuatu dari perpustakaan yang bermanfaat bagi dirinya.

Ukuran Tingkat Kesejahteraan Masyarakat.

Konsep tingkat kesejahteraan masyarakat yang selama ini berkembang dan digunakan oleh beberapa negara senantiasa menggunakan ukuran yang bersifat multi demensional dan berbeda- beda tergantung situasi dan kondisi serta kebutuhan masing-masing negara. Hal ini dapat dipahami karena isu kesejahteraan masyarakat memiliki kompleksitas persoalan yang sangat beragam, yang tidak bisa diselesaikan melalui pendekatan satu dimensi  atau satu variabel saja. Indikator kesejahteraan masyarakat menurut publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), menyarankan ada delapan komponen untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, kemiskinan dan  sosial budaya (papua.bps.go.id)

  1. Data Kependudukan Provinsi Papua

Berdasarkan hasil proyeksi BPS tahun 2010, jumlah penduduk Papua tahun 2019 sebanyak 3.379.302 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,71 persen dari jumlah penduduk Papua tahun 2018 sebanyak 3.322.526 jiwa. Rasio jenis kelamin dari jumlah 3,37 juta tersebut, jumlah laki-laki 1,77 juta dan jumlah perempuan 1,60 juta, artinya dari 100 perempuan terdapat 110 laki-laki. Jumlah angka ketergantungan juga menurun, dimana pada tahun 2014 terdapat 50,45 % dan pada tahun 2019 ada sekitar 44, 32 %. Artinya setiap 100 jumlah penduduk usia produktif di Papua, mempunyai tanggungan sekitar 44 atau 45 jumlah penduduk usia tidak produktif, secara ekonomi yaitu anak-anak usia 1 – 14 tahun dan lansia umur 65 keatas.

  • Data Tentang Kesehatan dan Gizi Provinsi Papua

Adanya morbilitas yang menunjukan adanya gangguan atau keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Pada umumnya keluhan penduduk di Papua yaitu panas, batuk, pilek, asma/ sesak napas, diare, sakit kepala berulang, sakit gigi dan campak. Sedangkan angka kesakitan penduduk di Papua pada tahun 2018 mencapai 9,37 % untuk penduduk yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedesaan, sedangkan tahun berikutnya  mencapai 9,05 %. Pada tahun yang sama persentase angka Keluhan Kesehatan untuk  penduduk yang  mencapai 20,47% dan pada tahun berikutnya keluhan kesehatan masyarakat  mencapai 17,60 %.

Berdasarkan data pemantauan status gizi oleh Ditjen kesehatan, Kementerian Kesehatan, masyarakat Papua selama tiga tahun terakhir prevalensi tertinggi balita pendek menempati urutan pertama, diikuti gizi kurang, kurus dan gemuk. Prevalensi balita pendek mencapai 29 persen pada tahun 2015. Kemudian pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi 27,5 %, tetapi menjadi naik lagi pada tahun 2017 sebanyak 29,6 %.

  • Data Pendidikan Provinsi Papua

Sesuai data tahun 2018, bahwa jumlah penduduk di Papua yang tidak mempunyai ijazah mencapai 10,46 %, sedangkan sisanya 80,54 % jumlah penduduk yang  mempunyai ijazah. Sedangkan sebaran jumlah tersebut, 39,24 % berijazah SMA sederajat, berijazah SMP sederajat mencapai 19,08 %, ijazah SD/MI mencapai 15,61 %, disusul ijazah D4/S1/ S2 danS3 mencapai 12,33 %, disusul ijazah D3 2,54 % dan ijazah D1/ D2 sebanyak 0,73 %.

  • Data Ketenagakerjaan

Masalah ketenagakerjaan di Provinsi Papua terutama terkait dengan tingkat penyerapan tenaga kerja atau tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Papua yaitu umur 15 tahun keatas pada tahun 2018 79, 11 % mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya tahun 2017 yang mencapai 82,89% menjadi 84,85 % pada tahun 2018. Begitu juga jumlah pengangguran yang ada di Provinsi Papua  pada tahun 2017 mencapai 3,62 % dan mengalami penurunan pada tahun 2018 mencapai 3,20 %.

  • Data Taraf dan Pola Hidup Masyarakat Papua

Rata-rata pengeluaran perkapita masyarakat Papua pada tahun 2018 sebesar Rp 1.124.696 per bulan meningkat 4,15 % dibanding pada tahun sebelumnya. Dari total pengeluaran perkapita penduduk tersebut sebesar 55,48 % dialokasikan untuk konsumsi makanan dan sisanya 44,52 %  untuk alokasi bukan konsumsi makanan, tetapi untuk pemukiman.

  • Data Perumahan dan Lingkungan Masyarakat Papua.

Pada tahun 2018 masyarakat Papua yang memiliki rumah atau tempat dengan ukuran 7,2 m2 hingga 12 m2. Masyarakat Papua yang memiliki rumah ukuran 10 m2 mencapai 47 % dengan kriteria layak huni. Rumah lantai bukan tanah pada tahun 2018  sebesar 76,03 %, sedangkan lantai marmer atau keramik mencapai 98,1 %.

  • Data Kemiskinan di Papua

Prioritas negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menargetkan pada tahun 2015 – 2019 penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7 – 8 %. Pengentasan kemiskinan merupakan persoalan multidimensi yang mencakup berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, sosial dan budaya. Pada tahun 2000 penduduk Papua miskin  mencapai 46,35 % dan pada tahun 2019 masyarakat Papua yang miskin mencapai 27,53 %.

  • Data Sosial Lainya di Papua

Prpduk dari Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) adalah internet yang penggunaanya dikenal secara luas. Kepemilikan perangkat TIK seperti komputer yang dimiliki oleh masyarakat masih rendah yaitu 10,93 %. Hal ini terkait dengan akses listrik di Papua pada tahun 2018 mencapai 90,47 % rumah tangga yang berlistrik. Namun demikian yang menjadi pelanggan PLN hanya 42,50 % saja, hal ini terkait dengan program ekspedisi Papua Terang tahun 2018. Sedangkan pengguna telpon seluler masyarakat Papua pada tahun 2018 mencapai 40,46 %, sementara akses internet tahun 2017 adalah 16, 51 %, naik menjadi 19,51 % pada tahun 2018.

Analisis

Dari beberapa data yang terungkap diatas, terutama keterkaitan masalah strategi peningkatan literasi informasi dengan masalah tingkat kesejahteraan masyarakat Papua. Bahwa data tersebut bersumber dari institusi dan lembaga yang berbeda, yaitu strategi peningkatan literasi informasi yang dilakukan oleh pihak perpustakaan baik jenis perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, perpustakan khusus, dan perpustakaan perguruan tinggi. Sementara data tingkat kesejahteraan masyarakat Papua, berasal dari sumber Badan Pusat Statistik (BPS), dengan tolok ukur data kependudukan Provinsi Papua, data kesehatan dan gizi, data pendidikan, data ketenagakerjaan, data taraf, pola hidup masyarakat Papua, data perumahan dan lingkungan, data kemiskinan dan data sosial  lainnya di Papua. Kedelapan data yang disajikan BPS tersebut menunjukan tingkat kesejahteraan masyarakat Papua mengalami peningkatan.

Data kependudukan dilihat dari  jumlah angka ketergantungan juga menurun dan jumlah usia produktif  meningkat, dimana pada tahun 2014 terdapat 50,45 % dan pada tahun 2019 ada sekitar 44, 32 %. Artinya setiap 100 jumlah penduduk usia produktif di Papua, mempunyai tanggungan sekitar 44 atau 45 jumlah penduduk usia tidak produktif, secara ekonomi yaitu anak-anak usia 1 – 14 tahun dan lansia umur 65 keatas. Kemudian data kesehatan dan gizi masyarakat Papua, diukur dari  angka kesakitan penduduk di Papua pada tahun 2018 mencapai 9,37 % untuk penduduk yang tinggal di perkotaan dan yang tinggal di pedesaan, sedangkan tahun berikutnya  mencapai 9,05 %. Pada tahun yang sama persentase angka Keluhan Kesehatan untuk  penduduk yang  mencapai 20,47% dan pada tahun berikutnya keluhan kesehatan masyarakat  mencapai 17,60 %, artinya masyarakat Papua yang hidup sehat bertambah.

Kemudian data tahun 2018, bahwa jumlah penduduk di Papua yang tidak mempunyai ijazah mencapai 10,46 %, sedangkan sisanya 80,54 % jumlah penduduk yang  mempunyai ijazah. Dari jumlah terssebut 39,24 % berijazah SMA sederajat, berijazah SMP sederajat mencapai 19,08 %, ijazah SD/MI mencapai 15,61 %, disusul ijazah D4/S1/ S2 danS3 mencapai 12,33 %, artinya tingkat pendidikan masyarakat Papua semakin meningkat. Begitu juga data ketenagakerjaan di Provinsi Papua terutama terkait dengan tingkat penyerapan tenaga kerja mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya tahun 2017 yang mencapai 82,89% menjadi 84,85 % pada tahun 2018. Begitu juga jumlah pengangguran yang ada di Provinsi Papua  pada tahun 2017 mencapai 3,62 % dan mengalami penurunan pada tahun 2018 mencapai 3,20 %, artinya jumlah penganggur semakin turun.

Rata-rata pengeluaran perkapita masyarakat Papua pada tahun 2018 sebesar Rp 1.124.696 per bulan meningkat 4,15 % dibanding pada tahun sebelumnya. Dari total pengeluaran perkapita penduduk tersebut sebesar 55,48 % dialokasikan untuk konsumsi makanan dan sisanya 44,52 %  untuk alokasi bukan konsumsi makanan, tetapi untuk pemukiman. Pada tahun 2018 masyarakat Papua yang memiliki rumah atau tempat dengan ukuran 7,2 m2 hingga 12 m2. Masyarakat Papua yang memiliki rumah ukuran 10 m2 mencapai 47 % dengan kriteria layak huni. Rumah lantai bukan tanah pada tahun 2018  sebesar 76,03 %, sedangkan lantai marmer atau keramik mencapai 98,1 %, artinya masyarakat dengan tempat tinggal yang layak terus meningkat.

 Begitu juga angka kemiskinan pada tahun 2015 – 2019 penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7 – 8 %. Pada tahun 2000 penduduk Papua miskin  mencapai 46,35 % dan pada tahun 2019 masyarakat Papua yang miskin mencapai 27,53 %. Begitu pula data sosial lainnya Hal ini terkait dengan akses listrik di Papua pada tahun 2018 mencapai 90,47 %. Sedangkan pengguna telpon seluler masyarakat Papua pada tahun 2018 mencapai 40,46 %, sementara akses internet tahun 2017 adalah 16, 51 %, naik menjadi 19,51 % pada tahun 2018.

Sementara data terkait dengan strategi penguatan literasi informasi yang dilakukan oleh beberapa jenis perpustakaan diatas antara lain   1). Memperkenalkan perpustakaan ke masyarakat atau pemustaka baru. 2). Pemajangan koleksi baru, 3). Membuat papan pengumuman dengan informasi yang selektif, variatif dan selalu baru, 4). Personal selling, 5). Pameran dan bursa buku, 6). Bedah buku dan temu pengarang, 7). Pekan atau bulan ilmiah, 8). Pembuatan poster, brosur dan leaflet, 9). Pembuatan website, 10). Menyelenggarakan lomba, dan memberikan penghargaan atau souvenir.

Selain itu ada beberapa perpustakaan yang melakukan, 1). Memberitahu , strategi penguatan literasi informasi ini dengan cara memberitahu suatu  produk kepada masyarakat yang sebelunya tidak mengetahui. Dalam bidang perpustakaan, ini berupa informasi bisa berupa pustaka baru atau berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh perpustakaan dengan sarana melalui leaflet, brosur, spanduk dan website. 2). Membujuk, yaitu  strategi atau usaha untuk membujuk dan merayu calon pemakai / pemustaka agar bersedia berkunjung ke perpustakaan, membaca, memfhotocopy  dan memanfaatkan sarana prasarana perpustakaan terkait literasi informasi. 3). Mempengaruhi,  yakni salah satu strategi dengan cara mempengaruhi calon pengguna atau calon pemustaka agar mau berkunjung ke perpustakaan dan memanfaatkan  fasilitas yang disediakan.

Dalam hal ini perpustakaan diharapkan tidak hanya bersifat pasif dan hanya menunggu atau mengharap masyarakat pemustaka datang dengan sendirinya tetapi melalui usaha yang proaktif melalui strategi penguatan literasi informasi perpustakaan baik potensi keadaan perpustakaan maupun bentuk jasa yang ditawarkan, terkait hal ini ada yang menyebutnya dengan istilah “Pustakawan Bergerak”.  Dalam strategi penguatan literasi informasi, perpustakaan sering memerlukan biaya sehingga perlu adanya perencanaan yang cermat agar diperoleh hasil yang maksimal dengan biaya sehemat mungkin. Terkait perencanaan tersebut antara lain : 1). Merumuskan jenis pelayanan yang tersedia di perpustakaan dengan jelas sebagai materi strategi penguatan literasi informasi perpustakaan. 2). Menganalisis kebutuhan calon pengguna atau pemustaka khususnya yang berkaitan dengan minatnya. 3). Menganalisis keadaan untuk menentukan rencana kerja yang sesuai dengan tujuan strategi penguatan literasi informasi, terutama terkait prosedur dan kegiatan yang tepat. 4). Menyediakan dana dan tenaga yang memadai. 5). Mengevaluasi keberhasilan usaha, dari strategi penguatan literasi informasi.

Kalau kembali kita lihat kedua data, yaitu berbagai usaha yang dilakukan beberapa jenis perpustakaan atau beberapa strategi penguatan literasi di Tanah Papua, dengan data tingkat kesejahteraan masyarakat Papua yang disajikan oleh pihak Badan Pusat Statistik (BPS) diatas maka tidak memiliki hubungan kausalitas langsung, artinya bahwa meningkatnya kesejahteraan masyarakat Papua tersebut masih ada variabel lain yang menjadi faktor pendorong. Begitu juga diatas telah disinggung program Pustakawan Bergerak, tetapi belum ada data terkait jumlah pustakawan, terobosan apa, dimana, dan seberapa jauh pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat Papua secara spesifik. Berbeda dengan daerah lain, sudah ada pustakawan bergerak dengan pendampingan masyarakat secara khusus. Misalnya dengan modal awal buku yang membahas pengolahan limbah botol plastik menjadi kerajinan tangan bernilai ekonomis, seorang pustakawan melakukan pendampingan kepada masyarakat sehingga mempengaruhi meningkatnya ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Simpulan

Dari hasil analisis tersebut diatas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1). Bahwa program penguatan literasi informasi oleh berbagai pihak terutama beberapa jenis perpustakaan yang ada di Papua, telah dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain   1). Memperkenalkan perpustakaan ke masyarakat atau pemustaka baru. 2). Pemajangan koleksi baru, 3). Membuat papan pengumuman dengan informasi yang selektif, variatif dan selalu baru, 4). Personal selling, 5). Pameran dan bursa buku, 6). Bedah buku dan temu pengarang, 7). Pekan atau bulan ilmiah, 8). Pembuatan poster, brosur dan leaflet, 9). Pembuatan website, 10). Menyelenggarakan lomba, dan memberikan penghargaan atau souvenir, dan lain-lain.

2). Berdasarkan data yang disajikan oleh pihak Badan Pusat Statistik (BPS) dengan tolok ukur delapan macam yaitu kependudukan Provinsi Papua, data kesehatan dan gizi, data pendidikan, data ketenagakerjaan, data taraf atau pola hidup masyarakat Papua, data perumahan dan lingkungan, data kemiskinan dan data sosial  lainnya di Papua, bahwa terjadi kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat Papua.

               Kalau kembali kita lihat kedua data, yaitu berbagai usaha yang dilakukan beberapa jenis perpustakaan atau beberapa strategi penguatan literasi di Tanah Papua, dengan data tingkat kesejahteraan masyarakat Papua yang disajikan oleh pihak Badan Pusat Statistik (BPS) diatas maka tidak memiliki hubungan kausalitas langsung, artinya bahwa meningkatnya kesejahteraan masyarakat Papua tersebut masih ada variabel lain yang menjadi faktor pendorong.

Saran

Dari kesimpulan diatas dapat disarankan sebagai berikut :

1). Strategi penguatan literasi informasi terus dilaksanakan dan dicari yang lebih berdampak langsung pada tingkat kesejahteraan masyarakat Papua, terutama terkait dengan program Pustakawan Bergerak, dengan buku-buku terapan dan pendampingan pada masyarakat.

2). Kajian-kajian terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya yang berhubungan dengan penguatan literasi informasi perlu secara khusus diperhatikan, dilakukan penelitian dan evaluasi sehingga dapat merencanakan program yang lebih tepat.

      Agar lebih terarah hendaknya program perpustakaan atau program Pustakawan Bergerak lebih perhatian pada pengembangan ekonomi masyarakat dengan memotivasi dan inovasi baru, misalnya melalui buku-buku terapan, Pustakawan dapat mendampingi masyarakat agar dapat mengembangkan usahanya atau membuka usaha baru.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik, Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Papua Tahun 2018/ 2019, bps.papua.go.id.diakses 27 Januari 2021.

Ind, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007, Tentang Perpustakaan, Jakarta, 2007.

Ind, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2017, Tentang Sistem Perbukuan di Indonesia, Jakarta, 2017. 

Iribaram, Suparto dan Muhamad Yusuf, Metode Penelitian, Teknik Menyusun Skripsi Dengan Menggunakan Metode Kuantitatif dan Kualitatif, Angkasa Pelangi, Abepura, Jayapura, 2014

Riant Nugroho, Perencanaan Strategis in Action, Eleks Media Komputindo, Jakarta, 2010.

Ronsumbre, Nelwan, Eksistensi Perpustakaan Dimasa Sulit: Kajian Strategi Tentang Peran Perpustakaan Daerah Papua, Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2020.

Sanrawali, Wahidah, Strategi Layanan Perpustakaan Dimasa Pandemic Covid 19 Dalam Meningkatkan Literasi Berbasis Inklusi Sosial, Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2020.

Siti Nuraini, Strategi Penguatan Literasi Informasi Untuk Meningkatkan Kesejahteran Masyarakat Papua, Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2020.

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi Dengan Metode R & D Alfabeta, Bandung, 2003.

Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Gramedia, Jakarta, 1993.

Tuwaji, Peran Pustakawan Dalam Meningkatkan Literasi Informasi,  Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2019.

Usulu, Verlina, Strategi Perpustakaan Dalam Masa Pandemic Covid 19 dan Tatanan Baru Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Papua, Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2020.

Watem, Selmirius, Penguatan Literasi Informasi Melalui Strategi Pemerintah Papua Dalam Meningkatkan Kesejahteraan OAP (Orang Asli Papua), Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2020.

Worabai, Eli, Strategi Penguatan Literasi: Sebagai Upaya Untuk Memperbaiki Ekonomi Masyarakat Papua, Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat Provinsi Papua di Jayapura, 2020.


[1] Pustakawan Ahli Madya pada Perpustakaan IAIN Fattahul Muluk Papua.

[2] Pustakawan Ahli Madya  pada Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip  Daerah Provinsi  Papua.

Spread the love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *